Senin, 14 Januari 2013

PPh Pasal 26

Obyek dan tarif PPh Pasal 26
. dividen;
. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang (Premium terjadi apabila surat
obligasi dijual di atas nilai nominalnya, diskonto terjadi apabila surat
obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya).
. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
. hadiah dan penghargaan;
. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
. premi swap (selisih harga satu mata uang yang menjadi lebih mahal
untuk dibeli) dan transaksi lindung nilai lainnya;
. keuntungan karena pembebasan utang.
PPh pasal 26 = 20% X Penghasilan Bruto

Tarif 20% dari perkiraan penghasilan neto:
. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia,
kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak LN selain BUT di Indonesia.
. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri.
. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c).
PPh pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto

Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
PPh pasal 26 = PKP BUT – PPh Terutang X 20%

Syarat penanaman kembali
. Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri.
. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya.
. Tidak mengalihkan penanaman kembali tsb sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi komersiil.

Sifat Pemotongan
Pemotongan pajak atas WP LN bersifat final, kecuali:
- penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia
- penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapathubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan LN yang berubah status menjadi WP dalam negeri atau bentuk usaha tetap.
. Bentuk usaha tetap: tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promosi dan penjualan; pertambangan dan penggalian sumber alam;
wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi

PPh Pasal 23

OBJEK PEMOTONGAN PPH PASAL 23
1. DEVIDEN
2. BUNGA, TERMASUK PREMIUM, DISKONTO DAN IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JAMINAN PENGEMBALIAN UTANG
3. ROYALTI
4. HADIAH DAN PENGHARGAAN SELAIN YANG TELAH DIPOTONGAN PPH 21
5. BUNGA  SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH KOPERASI KEPADA ANGGOTA KOPERASI (YANG JUMLAHNYA MELEBIHI RP 240.000)
6. IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JASA TEKNIK, JASA MANAJEMEN, JASA KONTRUKSI, JASA KONSULTAN DAN JASA LAIN SELAIN YANG TELAH DIPOTONG PAJAK SEBAGAIMANAN DIMAKSUD DALAM PASAL 21
7. SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGANN DENGAN PENGGUNAAN HARTA

TARIF & DASAR PEMOTONGAN
SEBESAR 15% (LIMA BELAS PERSEN) DARI JUMLAH BRUTO ATAS:
1.DIVIDEN
2.BUNGA, PREMIUM, DISKONTO, PREMI SWAP, DAN IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JAMINAN PENGEMBALIAN HUTANG;
3.ROYALTI.
4.HADIAH DAN PENGHARGAAN SELAIN YANG TELAH DIPOTONG PPH PASAL 21

SEBESAR 2% (DUA PERSEN) DARI JUMLAH BRUTO ATAS:
1. SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA, KECUALI SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA YANG TELAH DIKENAKAN PPH FINAL;
2. IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JASA TEKNIK, JASA MANAJEMEN, JASA KONSTRUKSI, JASA KONSULTAN, SELAIN JASA YANG TELAH DIPOTONG PPH PASAL 21
3. IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JASA LAIN, SELAIN JASA YANG TELAH DIPOTONG PPH PASAL 21 :
        A. JASA PENILAI;
        B. JASA AKTUARIS;
   C. JASA AKUNTANSI, PEMBUKUAN,DAN ATESTASI LAPORAN KEUANGAN;
        D. JASA PERANCANG (DESIGN);
     E. JASA PENGEBORAN (JASA DRILLING) DI BIDANG PENAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI (MIGAS), KECUALI YANG DILAKUKAN OLEH BENTUK USAHA TETAP;
F. JASA PENUNJANG DI BIDANG PENAMBANGAN MIGAS;
  G. JASA PENAMBANGAN DAN JASA PENUNJANG DI BIDANG PENAMBANGAN SELAIN MIGAS;
        H. JASA PENUNJANG DI BIDANG PENERBANGAN DAN BANDAR UDARA;
        I. JASA PENEBANGAN HUTAN;
        J. JASA PENGOLAHAN LIMBAH;
        K. JASA PENYEDIA TENAGA KERJA (OUTSOURCING SERVICES);
        L. JASA PERANTARA DAN/ATAU KEAGENAN;

SAAT TERUTANG, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PASAL 23
PELAPORAN:
        SPT MASA DISAMPAIKAN KE KANTOR PELAYANAN PAJAK SETEMPAT, PALING LAMBAT 20 HARI SETELAH MASA PAJAK BERAKHIR.  

BUKTI PEMOTONGAN:
        PEMOTONG PAJAK HARUS MEMBERIKAN BUKTI PEMOTONGAN PPH PASAL 23 KEPADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI ATAU BADAN YANG TELAH DIPOTONG PPH PASAL 23. 

PPh Pasal 22


OBJEK PPh pasal 22
       Impor Barang
       Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA, bendahara-wan pemerintah pusat/daerah.
       Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BUMN/D yang dananya dari belanja negara/daerah.
       Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak di bidang bahan bakar jenis Pertamax, Pertamax Super dan gas.

BUKAN OBJEK PPh PASAL 22
       Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak tidak terutang PPh. Dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh pasal 22.
       Impor Barang yang dibebaskan dari Bea Masuk.
       Impor sementara jika akan di ekspor kembali.
       Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000 dan tdk meru-pakan pembayaran yang terpecah-pecah.
       Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, dan benda pos.
       Atas impor emas batangan yg akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan emas untuk tujuan ekspor dinyatakan dengan SKB.
       Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh KPN.
       Re-impor barang-barang yg telah diekspor utk tujuan perbaikan, penger-jaan dan pengujian.

Pemungut PPh pasal 22:
*      Bank Devisa + Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) atas impor.
*      Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dan bendaharawan pemerintah pusat/daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian dari APBN.
*      BUMN/D yang melakukan pembayaran atas pembelian barang yang dananya dari belanja negara/daerah.
*      BI, BPPN, Bulog, Telkom, PLN, PT. GIA, PT. Indosat, PT. KS, Pertamina dan bank2 BUMN yang melakukan pemelian yang dananya APBN.
*      Pertamina serta badan usaha lain yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis pertamax, pertamax super, gas atas penjualan hasil produksinya.

TARIF PPh PASAL 22
       Importir yang memiliki API (angka pengenal importir); tarif 2.5%
      PPh pasal 22 = 2.5% x Nilai Impor
       Importir yang tidak memiliki API, tarif 7.5%
      PPh pasal 22 = 7.5% x Nilai Impor
       Barang impor yang tidak dikuasai; tarif 7.5% dari harga jual lelang
      PPh pasal 22 = 7.5% x Harga Jual Lelang
       Atas pembelian barang yang dananya dari APBN/D; tarif 1.5%
      PPh pasal 22 = 1.5% x Pembelian
       Penebusan premium, solar, pertamax o/ SPBU swasta; tarif 0.3%
      PPh pasal 22 = 0.3% x Penjualan
       Penebusan premium, solar, pertamax o/ SPBU Pertamina; tarif 0.25%
      PPh pasal 22 = 0.25% x Penjualan
       Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, pelumas; tarif 0.3%
      PPh pasal 22 = 0.3% x Penjualan